Nez PinkBox

YM

Selasa, 23 November 2010

permasalahan dakwah

PERMASALAHAN DAKWAH

Persoalan dakwah yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertain­ment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika.
Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya.

MySpace Have a Good Day Graphics from SuperPimper.com
MySpace Have a Good Day Graphics

Minggu, 14 November 2010

permasalahan dakwah

PERMASALAHAN DAKWAH

Persoalan dakwah yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertain­ment), kepariwisataan dan seni dalam arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika.
Kerawanan moral dan etik itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan Internet, dan sebagainya.
Kemaksiatan itu senantiasa mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas, seperti maraknya perjudian, minum minuman keras, dan tindakan kriminal, serta menjamurnya tempat-tempat hiburan, siang atau malam, yang semua itu diawali dengan penjualan dan pendangkalan budaya moral dan rasa malu.
Tidak asing lagi, akhirnya di negeri yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan yang berhubungan dengan apa yang dinamakan sex industry juga mengalami kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak generasi muda dan remaja yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu. Hal yang terakhir ini semakin buruk dan mencemaskan perkembangannya karena hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam eforia kebebasan yang tak kenal batas.
Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh kita biarkan lewat begitu saja. Kita harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram.
Apabila kita tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan kita meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap kita. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam meng-akses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah kita semakin tumpul tak berdaya.
Yang menjadi pemisah antara dakwah Islamiyah dengan jalan lain adalah petunjuk Allah yang disampaikan melalui wahyu dan jalan (contoh) yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. Musuh kita yang sebenarnya adalah syaithan dan konco-konconya yang menjelma melalui al-hawa' (hawa nafsu) yang ada di dalam diri kita serta yang lebih nyata lagi adalah dalam bentuk jahiliyah yang zahir. Jahiliyah yang sekecil-kecilnya dari dosa-dosa yang berupa keingkaran hingga kepada al-kabair (dosa-dosa besar), bid'ah-bid'ah yang menyesatkan, nifaq (kemunafikan), serta kekufuran kepada Allah. Jahiliyah inilah yang seterusnya lahir dan menjelma di dalam bentuk keingkaran kepada Allah baik di dalam bentuk undang-undang, negara, masyarakat, dan segala bentuk sistem yang bukan berasaskan Islam.
Jadi intinya permasalahan dakwah yaitu diantaranya:
  1. Permasalahan internal maupun eksternal
  2. Kerawanan moral dan etika
  3. Kemaksiatan yang mengalamai peningkatan kualitas dan kuantitas
  4. Meledaknya informasi dan kemajuan teknologi
  5. Banyak yang terbuai oleh kemewahan hidup
  6. Kelemahan (sumber daya manusia) dalam berbagai bidang ilmu
Bertolak dari faktor-faktor tersebut, agar problematika dakwah tidak semakin kusut dan berlarut-larut, perlu segera dicarikan jalan keluar dari kemelut persoalan yang dihadapi itu. Dalam konsep pemikiran yang praktis, Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, menawarkan lima ‘Pekerjaan Rumah’ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif.
  1. Perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
  2. Setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
  3. Proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word.
  4. Media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
  5. Merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria.
Menyimak uraian-uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Inilah problematika dakwah kita masa kini. Oleh sebab itu semuanya harus dimenej kembali dengan manajemen dakwah yang profesional dan dihendel oleh tenaga-tenaga berdedikasi tinggi, mau berkorban dan ikhlas beramal.
Mengingat potensi umat Islam yang potensial masih sangat terbatas, sementara kita harus mengakomodir segenap permasalahan dan tantangan yang muncul, maka ada baiknya kita coba memilih dan memilah mana yang tepat untuk diberikan skala prioritas dalam penanganannya, sehingga dana, tenaga, dan fikiran dapat lebih terarah, efektif, dan produktif dalam penggunaanya. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan dan petunjuk agar kita tidak salah pilih dan tidak terlambat, insya Allah…Amiiin…
1. Permasalahan Dakwah Perspektif Materi
            Ada beberapa permaslahan dakwah perspektif materi yaitu diantaranya:
  1. Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat
  2. Disesuaikan dengan kadar intelektual masyarakat
  3. Mencakup ajaran Islam secara kaffah dan universal yakni aspek ajaran tentang hidup dan kehidupan
  4. Merespon dan menyentuh tantangan dan kebutuhan asasi dan kebutuhan sekunder
  5. Disesuaikan dengan program umum syariat Islam
  6. Adanya sumber kekuatan. Dimanakah sumber kekuatan dakwah? Sebenarnya, kekuatan bermula dari kekuatan Iman, kemudian diikuti oleh kekuatan Ukhuwah Islamiyah, kemudian barulah diikuti dengan kekuatan material dan organisasi.
  7. Wasilah-wasilah (jalan-jalan kerja) dakwah "Wasilah di dalam pembinaan dan pengukuhan setiap dakwah dapat dikenali oleh siapa saja yang mengkaji sejarah jamaah. Intisari dari wasilah ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Iman dan Amal, Kasih sayang, dan Persaudaraan"
  8. Berangsur-angsur (tadarruj) di dalam langkah kerja Maksud tadarruj adalah kita tidak tergesa-gesa dalam bekerja mencapai tujuan. Segala amal harus disusun dan direncanakan mengikuti tingakatan-tingkatan atau tahap-tahap yang ditentukan. Misalnya, upaya pembentukan harus didahulukan daripada upaya-upaya lain di dalam medan yang lebih berat dan menantang. "Perlu adanya kesungguhan dan amal, serta usaha pembinaan (takwin) setelah kita melaksanakan upaya penjelasan kepada masyarakat umum. Kemudian diikuti dengan upaya pengasasan setelah kita melasanakan usaha mendidik"
  9. Kesempurnaan di dalam pelaksanaan (Takamul fi tatbiq). Imam Al-Banna menyebutkan bahwa dakwah Islamiah bukanlah parti politik, namun
    penegakan hukum Allah adalah salah satu tugas kita. Dakwah bukan pula satu mazhab fiqih, kuliah syara, atau institusi fatwa, namun lebih mementingkan syari'ah. Demikian pula, dakwah bukan lembaga sosial, tetapi kita mementingkan persoalan menjaga kebajikan masyarakat.
  10. Adanya evaluasi dalam berdakwah baik dalam penyampaian materi ataupun yang lainnya.
2. Permasalahan Dakwah Perspektif Metodologi
            Dalam penngertian yang sudah umum digunakan, metode difahami sebagai cara atau jalan (methodos). Kaitannya dengan kegiatan keilmuan adalah metode mengandung arti cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Berkaitan dengan itu, setiap cabang ilmu mengembangkan metodologinya (pengetahuan tentang berbagai cara) yang disesuaikan dengan objek studi ilmu-ilmu yang bersangkutan.
            Suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaianya dengan karakteristik objek kajian. Objek penelitian dakwah, misalnya, merupakan usaha yang dilakukan oleh jamaah Muslim (lembaga-lembaga dakwah) dalam rangka mewujudkan Islam dalam kehidupan fardhiyah (individu), usrah (keluarga), jamaah (masyarakat), sampai terwujudnya khairu ummah.
Ada beberapa rancangan dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan dewasa ini, yaitu:
  1. Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat.
  2. Menyiapkan elit strategis Muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing.
  3. Membuat peta sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan dakwah
  4. Mengintregasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai perencanaan dakwah
  5. Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih propesional dan berorientasi pada kemajuan iptek
  6. Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan: ekonomi, kesehatan dan kebudayaan umat Islam. Karenanya, sistem manajemen kemasjidan perlu ditingkatkan
  7. Menjadikan sebagai pelopor yang propertis, humanis, dan transpormatif. Karenanya perlu dirumuskan pendekatan-pendekatan dakwah yang progkresif dan inklusif. Dakwah Islam tidak boleh hanya dijadikan sebagai objek dan alat legitimasi bagi pembangunan yang semata-mata bersifat ekonomis-pragmatis berdasarkan kepentingan sesaat para penguasa.
            Sifat kajian seperti ini tentu menghendaki pilihan metodologis yang lebih komfrehensif dan partisipatif karena sifat objeknya menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat. Suatu catatan penting dalam dakwah Rasulullah Saw yaitu fase Madinah dan Mekah ketika peristiwa hijrah. Karena dalam perspektif metodologi dakwah peristiwa ini dipandang sebagai langkah dakwah yang sangat revolusioner dan secara metodologis peristiwa hijrah setidaknya memberikan pesan dakwah yang sangat jelas.   
            Menurut Syariati (1995:15) hijrah adalah pemutusan keterikatan masyarakat terhadap tanah kelahirannya, yang dapat mengubah pandangan manusia terhadap alam dan mengubahnya menjadi pandangan yang luas dan menyeluruh, dan pada akhirnya hilangnya kejumudan, kemerosotan sosial, pemikiran dan perasaan sehingga masyarakat yang rigad dan jumud berubah menjadi masyarakat yang dinamis.
3. Permasalahan Dakwah Perspektif Profesionalisme
Dinamisasi kehidupan global yang semakin tinggi dan kompetitif telah mengiring umat manusia senantiasa memandang persoalan hidup secara pragmatis, logis, serba instan, dan bahkan matematis. Keadaan demikian di samping membawa manfaat berupa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin memudahkan aktifitas manusia, juga telah membawa implikasi negatif berupa lemahnya semangat transendental dan memudarnya hubungan-hubungan sosial. Implikasi ini berlangsung demikian lama, sehingga dewasa ini telah melahirkan berbagai kenyataan sosial yang cukup bertentangan dengan cita-cita ideal Islam.
Realitas sosial di atas ada yang tidak sesuai dengan cita ideal Islam, karenanya harus diubah melalui dakwah Islam. Mengingat kenyataan-kenyataan sosial tersebut banyak dijumpai dalam beberapa komunitas Islam dengan permasalahan yang berbeda-beda, maka diperlukan paradigma baru dalam melakukan dakwah Islam yang mempertimbangkan jenis dan kualitas permasalahan yang dihadapi oleh umat. Di sinilah institusi-institusi dakwah dituntut dapat melakukan usaha-usaha dakwah secara sistematis dan profesional melalui langkah-langkah yang srategis, sebagaimana yang diisyaratan dalam surat at-Taubah ayat 105:
È@è%ur (#qè=yJôã$# uŽz|¡sù ª!$# ö/ä3n=uHxå ¼ã&è!qßuur tbqãZÏB÷sßJø9$#ur ( šcrŠuŽäIyur 4n<Î) ÉOÎ=»tã É=øtóø9$# Íoy»pk¤9$#ur /ä3ã¥Îm7t^ãsù $yJÎ/ ÷LäêZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÉÎÈ  
Artinya: bekerjalah kamu (secara profesional) maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu. (Q.S AT-Taubah:105).
Untuk mengatasi berbagai persoalan umat yang begitu kompleks, institusi dakwah tidak cukup hanya dengan dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif.
Menghadapi sasaran dakwah (madu) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang makin kompleks dewasa ini, maka diperlukan strategi dakwah yang mantap, sehingga aktivitas dakwah yang dilakukan dapat bersaing di tengah bursa informasi yang semakin kompetitif. Pembenaran strategis terhadap unsur tersebut dapat dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut:
  1. Peningkatan sumber daya muballigh/Da’i (SDM) 
  2. Pemanfaatan Teknologi Modern sebagai Media Dakwah
  3. Pengembangan Metode Dakwah Fardhiyah.
  4. Penerapan Dakwah Kultural
  5. Monitoring dan Evaluasi Dakwah
  6. Membuat Pemetaan (Peta Dakwah)


REFERENSI
Masyari, Anwar. 1992. Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah. Surabaya: Bina Ilmu.
Asep Muhyidin, Agus Ahmad Syafei. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Pustaka Setia: Bandung.
Asep Saeful Muhtadi, Agus Ahmaf Syafei. 2003. Metode Penelitian Dakwah. Pustaka Setia: Bandung.







Sabtu, 13 November 2010

KOMPENSASI

Nama              : Neneng Nurhasanah
Nim                 : 208 400 774
Jur/Smster      : Manajemen Dakwah/5
Mata Kuliah   : Manajemen Sumber Daya Manuusia
 


KOMPENSASI

1. Pengertian Kompensasi
Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan kepada karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode yang tetap. Sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan karyawan.
Bagi organisasi / perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan, bahkan dapat menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan.
Salah satu fungsi tradisional bagian personalia adalah penentuan kompensasi bagi para karyawannya. Apa sebenarnya yang dimaksud kompensasi? Kompensasi karyawan adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan. (Gary Dessler , 1998 : 85)
Menurut J. Long (1998:8) dalam bukunya Compensation in Canada mendefinisikan sistem kompensasi adalah bagian(parsial) dari sistem reward yang hanya berkaitan dengan bagian ekonomi/monetary, namun demikian sejak adanya keyakinan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh sistem dalam spektrum yang lebih luas maka sistem kompensasi tidak dapat terpisah(integral) dari keseluruhan sistem reward yang disediakan oleh organisasi.

2. Fungsi Kompensasi
Dari pengertian diatas terlihat bahwa kompensasi merupakan alat pengikat perusahaan terhadap karyawannya, faktor penarik bagi calon karyawan dan faktor pendorong seseorang menjadi karyawan. Dengan demikian kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya roda organisasi/ perusahaan. Menurut Martoyo (1994), fungsi kompensasi adalah :
a. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
Kompensasi yang tinggi pada seorang karyawan mempunyai implikasi bahwa organisasi memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari karyawan yang bersangkutan karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya produktivitas kerja karyawan yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang diberi kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak karyawannya yang berprestasi tinggi. Banyaknya karyawan yang berprestasi tinggi akan mengurangi pengeluaran biaya untuk kerja-kerja yang tidak perlu (yang diakibatkan oleh kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian pemberian kompensasi dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pemberian kompensasi yang kurang baik dapat menyebabkan gejolak di kalangan karyawan akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya gejolak ketidakpuasan ini akan menimbulkan kerawanan ekonomi. 
3. Tujuan Kompensasi
Sebagai bagian dari manajemen SDM, pemberian kompensasi bertujuan untuk:
a). Memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan.
Salah satu cara organisasi untuk memperoleh karyawan yang memenuhi persyaratan (qualified) dapat dilakukan dengan pemberian sistem kompensasi. Sistem kompensasi yang baik merupakan faktor penarik masuknya karyawan qualified. Sebaliknya, sistem kompensasi yang buruk dapat mengakibatkan keluarnya karyawan yang qualified dari suatu organisasi. Sebagai contoh, eksodus secara besar-besaran karyawan dari perusahaan A ke perusahaan B merupakan indikasi lebih baiknya sistem kompensasi yang ada pada perusahaan B daripada perusahaan A.
b) Mempertahankan karyawan yang ada
Eksodus besar-besaran karyawan ke perusahaan lain juga menunjukkan betapa     besarnya peranan kompensasi dalam mempertahankan karyawan yang qualified. Sistem kompensasi yang kurang baik dengan iklim usaha yang kompetitif dapat menyulitkan organisasi/perusahaan dalam mempertahankan karyawannya yang qualified.
c) Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.
d) Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberan kompensasi juga menunjukkan penghargaan organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan berperilaku sesuai dengan harapan organisasi, maka penilaian kinerja yang diberikan akan lebih baik daripada karyawan yang berperilaku kurang sesuai dengan harapan organisasi. Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian kompensasi yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa perilakunya dinilai dan dihargai sehingga karywan akan selalu berusaha memperbaiki perilakunya.
e) Mengendalikan biaya-biaya
Dalam jangka pendek, pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan memperbesar biaya. Namun secara jangka panjang, kerja karyawan yang lebih efektif dan efisien akibat pemberian kompensasi yang baik dapat mengendalikan biaya-biaya yang tidak perlu. Organisasi sering kali mengeluarkan biaya-biaya yang tidak perlu akibat rendahnya produktifitas atau kurang efekif dan efisiennya kerja karyawan. Seringkali biaya yang tidak perlu ini besarnya melebihi biaya tetap. Pemberian komensasi yang baik diharapkan dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
f) Memenuhi peraturan-peraturan legal
Selain lima tujuan di atas, kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), Ketentuan Lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Martoyo (1994) berpendapat bahwa tujuan kompensasi adalah :
  1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi karyawan atau sebagai jaminan economic security bagi karyawan.
  2. Mendorong agar karyawan lebih baik dan lebih giat.
  3. Menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kemajuan.
  4. Menunjukkan penghargaan dan perlakuan adil organisasi terhadap karyawannya (adanya keseimbangan antara input yang diberikan karyawan terhadap perusahaan dan output atau besarnya imbalan yang diberikan perusahaan kepada karyawan).
Secara umum tujuan manajemen kompensasis adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan srategi perusahaan dan terciptanya keadilan internal dan eksternal. Pemberian kompensasi dalam suatu organisasi harus diatur sedemikian rupa sehinga merupakan sistem yang baik dalam organisasi. Dengan sistem yang baik ini akan dicapai tujuan-tujuan, antra lain sebagai berikut : 
a)      Memperolah SDM yang berkualitas. 
b)      Mempertahankan karyawan yang ada. 
c)      Menjamin keadialan. 
d)      Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan. 
e)      Mengendaliakn biaya. 
f)        Mengikuti aturan hukum. 
g)      Memfasilitasi pengertian 
h)      Meningkatkan efesiensi administrasi.
4. Penentuan Kompensasi
Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh 1) Harga / Nilai pekerjaan, 2) Sistem kompensasi yang diterapkan, dan 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.
1) Harga/ Nilai Pekerjaan
Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama yang dilakukan dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan. Penilaain harga pekerja dapat dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut :
a. Melakukan analisis jabatan/pekerjaan
Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang berkaitan dengan : 1) Jenis keahlian yang dibutuhkan, 2) Tingkat kompeksitas pekerjaan, 3) Resiko pekerjaan, dan 4) Perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan.
b. Melakukan survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain.
Harga pekerjaan pada beberapa organisasi dapat dijadikan sebagai patokan dalam menetukan harga pekerjaan sekaligus sebagai ukuran kelayakan kompensasi. Jika harga pekerjaan yang diberikan lebih rendah dari organisasi lain, maka kecil kemungkinan organisasi tersebut mampu menarik atau mempertahankan karyawan yang qualified. Sebaliknya bila harga pekerjaan terebut lebih tinggi dari organisasi lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih mudah menarik dan mempertahankan karyawan yang qualified.
2) Sistem kompensasi
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah sistem prestasi, sistem kontrak/borongan.
a. Sistem Prestasi
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem hasil. Pengupahan dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah dengan prestasi kerja yang ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan. Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat diterapkan bila hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.
Cara ini dapat mendorong karyawan yang kurang produktif menjadi lebih produktif. Cara ini akan sangat menguntungkan bagi karyawan yang dapat bekerja cepat dan berkemampaun tinggi. Contoh kompensasi sistem hasil : per potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya.
b. Sistem Waktu
Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti Jam, Hari, Minggu, Bulan. Besarnya Upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan bila ada kesulitan dalam menerapkan cara pengupahan berdasarkan prestasi.
Kelemahan dari sistem waktu adalah :
  1. Mengakibatkan mengendornya semangat karyawan yang produktifitasnya tinggi  (diatas rata-rata ).
  2. Tidak membedakan usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan.
  3. Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh- sungguh benerja.
  4. Kurang mengakui adanya prestasi kerja karyawan.
Sedangkan kelebihan sistem waktu adalah :
  1. Dapat mencegah hal- hal yang kurang diinginkan seperti pilih kasih, diskriminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
  2. Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik.
  3. Tidak memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia.

c. Sistem kontrak/ borongan
Penetapan besarnya upah dengan sistem kontrak / borongan didasarkan atas kuantitas, kualitas dan lamanya peyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan kontrak perjanjian. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, maka dalam kontrak juga dicantumkan ketentuan mengenai “konsekuensi” bila pekerjaan yang dihasilkan tidak sesuai dengan perjanjian baik secara kuantitas, kualitas maupun lamanya penyelesaian pekerjaan. Sistem ini biasanya digunakan untuk jenis pekerjaan yang dianggap merugikan bila dikerjakan oleh karyawan tetap dan /atau jenis pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh karyawan tetap.

 

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Dalam pemberian kompensasi, terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhinya. Secara garis besar faktor-faktor tersebut terbagi tiga, yaitu faktor intern organisasi, pribadi karyawan yang bersangkutan, dan faktor ekstern pegawai organisasi.
A. Faktor Intern Organisasi
Contoh faktor intern organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah dana organsasi, dan serikat pekerja.
a. Dana Organisasi. Kemampuan organisasi untuk melaksanakan kompensasi tergantung pada dana yang terhimpun untuk keperluan tersebut. Terhimpunnya dana tentunya sebagai akibat prestasi-prestasi kerja yang telah ditujukan oleh karyawan. Makin besarnya prestasi kerja maka makin besar pula keuntungan organisasi/perusahaan. Besanya keuntungan perusahaan akan memperbesar himpunan dana untuk kompensasi, maka pelaksanaan kompensasi akan makin baik. Begitu pula sebaliknya.
b. Serikat pekerja. Para pekerja yang tergabung dalam seikat pekerja juga dapat mempengaruhi pelaksanaan atau penetapan kompensasi dalam suatu perusahaan. Serikat pekerja dapat menjadi simbol kekuatan pekerja di dalam menuntut perbaikan nasib. Keberadaan serikat pekerja perlu mendapatkan perhatian atau perlu diperhitungkan oleh pihak manajemen.
B. Faktor Pribadi Karyawan
Contoh faktor pribadi karyawan yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi adalah produktifitas kerja, posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman serta jenis dan sifat pekerjaan.
1)      Produktifitas kerja. Produktifitas kerja dipengaruhi oleh prestasi kerja. Prestasi kerja merupakan faktor yang diperhitungkan dalam penetapan kompensasi. Pengaruh ini memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompsasai yang berbeda. Pemberian kompesasi ini dimaksud untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan.
2)      Posisi dan Jabatan. Posisi dan jabatan berbeda berimplikasi pada perbedaan besarnya kompensasi. Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan keberadaan dan tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Hal tersebut berlaku sebaliknya.
3)      Pendidikan dan Pengalaman. Selain posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman kerja juga merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi. Pegawai yang lebih berpengalaman dan berpndidikan lebih tinggi akan mendapat kompensasi yang lebih besar dari pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat pendidikannya. Pertimbangan faktor ini merupakan wujud penghargaan organisasi pada keprofesionalan seseorang. Pertimbangan ini juga dapat memacu karyawan untuk meningkatkan pengetahuannya.
4)      Jenis dan Sifat Pekerjaan. Besarnya kompensasi pegawai yang bekerja di lapangan berbeda dengan pekerjaan yang bekerja dalam ruangan, demikian juga kompensasi untuk pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif. Begitu pula halnya dengan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis. Pemberian kompensasi yang berbeda ini selain karena pertimbangan profesioalisme pegawai juga kerena besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikul oleh pegawai yang bersangkutan. Sebagai contoh, dikebanyakan organisasi/perusahaan pegawai yang bertugas di lapangan biasanya mendaptkan kompenasai antara 2 – 3 kali lipat dari pekerjaan di dalam ruangan/kantor. Besarnya kompensasi sejalan dengan besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikulnya.
C. Faktor Ekstern
Contoh faktor ekstern pegawai dan organisasi yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah sebagai berikut :
1)      Penawaran dan Permintaan kerja. Mengacu pada hukum ekonomi pasar bebas, kondisi dimana penawaran (supply) tenaga kerja ebih dari permintaan (demand) akan menyebabkan rendahnya kompensasi yang diberikan. Sebaiknya bila kondisi pasar kerja menunjukkan besarnya jumlah permintaan tenaga kerja sementara penawaran hanya sedikit, maka kompensasi yang diberikan akan besar. Besarnya nilai kompensasi yang ditawarkan suatu organisasi merupakan daya tarik calon pegawai untuk memasuki organisasi tersebut. Namun dalam keadaan dimana jumlah tenaga kerja lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, besarnya kompensasi sedikit banyak menjadi terabaikan.
2)      Biaya hidup. Besarnya kompensasi terutama upah/gaji harus disesuaikan dengan besarnya biaya hidup (cost of living). Yang dimaksud biaya hidup disini adalah biaya hidup minimal. Paling tidak kompensasi yang diberikan harus sama dengan ataudi atas biaya hidup minimal. Jika kompensasi yang diberikan lebih rendah dari biaya hidup minimal, maka yang terjadi adalah proses pemiskinan bangsa.
3)      Kebijaksanaan Pemerintah. Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-wenangan dan keadilan. Dalam kaitannya dengan kompensasi, pemerintah menentukan upah minimum, jam kerja/hari, untuk pria dan wanita, pada batas umur tertentu. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.
4)      Kondisi Perekonomian Nasional. Kompensasi yang diterim oleh pegawai di negara-negara maju jauh lebih besar dari yang diterima negara-negara berkembang dan atau negara miskin. Besarnya rata-rata kompensasi yang diberikan oleh organsasi-organisasi dalam suatu negara mencerminkan kondisi perekonomian negara tersebut dan penghargaan negara terhadap sumber daya manusianya.

 

6. Keadilan dan Kelayakan Dalam Pemberian Kompensasi

Selain hal-hal diatas, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan unsur keadilan dan kelayakan.
1)      Keadilan. Dalam pemberian kompensasi apakah itu berupa upah, gaji, bonus atau bentuk-bentuk lainnya, penting sekali diperhatikan masalah keadilan terebut. Keadilan bukan berarti sama rasa sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan output. Semakin tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan (input) yang diperlukan suatu jabatan. Input dalam satu jabatan ditujukan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula penghasilan (output) yang diharapkan. Output ini ditunjukkan dari upah yang diterima para karyawan yang bersangkutan, dimana didalamnya tercantum rasa keadilan yang sangat diperhatikan oleh setiap karyawan penerima kompensasi tersebut. Bila tuntutan keadilan seperti seperti ini telah terpenuhi ini berarti perusahaan telah memiliki internal consistency dalam sistem kompensasinya.
2)      Kelayakan. Di samping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu diperhatikan masalah kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar hidup seperti kebutuhan pokok minuman atau upah minimum sesuai dengan ketentuan pemerintah. Kelayakan juga dilihat dengan cara membandingkan pengupahan di perusahaan lain. Bila kelayakan ini sudah tercapai, maka perusahaan sudah mencapai apa yang disebut external consistency (Konsistensi Eksternal). Apabila upaya di dalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dari perusahaan-perusahaan lain, maka hal ini dapat mengakibatkan kesulitan bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja. Oleh karena itu untuk memenuhi kedua konsistensi tersebut (internal dan eksternal) perlu digunakan suatu evaluasi pekerjaan.

 

7. Jenis-jenis Kompensasi

Sebagaimana telah diuraikan di atas, kompensasi adalah gaji/upah ditambah dengan fasilitas dan insentif lainnya yang diterima pegawai dari organisasi. Pengertian ini menunjukkan bahwa selain mendapatkan upah/gaji yang ditetapkan, pegawai juga mendapatkan kompensasi. Jenis-jenis kompensasi selain upah/gaji tetap adalah 1) pengupahan insentif; 2) kompensasi pelengkap; 3) keamanan/kesehatan.
1) Insentif.
Yang dimaksud dengan insentif adalah memberikan upah/gaji berdasarkan perbedaan prestasi kerja sehingga bisa jadi dua orang yang memiliki jabatan sama akan menerima upah yang berbeda, karena prestasinya berbeda, meskipun gaji pokoknya/dasarnya sama. Perbedaan tersebut merupakan tambahan upah (bonus) karena adanya kelebihan prestasi yang membedakan satu pegawai dengan yang lain.
a. Sifat dasar Insentif
Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan insentif adalah :
  1. Sistem pembayaran agar diupayakan cukup sederhana, sehingga mudah dimengerti dan dihitung oleh karyawan yang bersangkutan sendiri.
  2. Upah insentif yang diterima benar-benar dapat menaikkan motivasi kerja mereka, sehingga output dan efisensi kerjanya juga meningkat.
  3. Pelaksanaan pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga karyawan yang berprestasi lebih cepat pula merasakan nikmatnya berprestasi.
  4. Penentuan standar kerja atau standar produksi hendaknya scermat mungkin dalam arti tidak terlalu tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh umumnya karyawan, atau tidak terlalu rendah, sehingga tidak terlalu mudah dicapai karyawan.
  5. Besarnya upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup merangsang pekerja atau karyawan untuk bekerja giat.
Menurut penelitian para ahli, penentuan besarnya insentif berlaku pula bagi tenaga pimpinan yang besarnya 50-60% dari gaji bulanan. Jenis upah insentif macam-macam seperti Premi (bonus Payment), stock option (hak untuk membeli/mendapatkan saham pada harga tertentu), Phantom stock plan (dicatat sebagai pemegang saham), dan sebagainya.
b. Kesulitan Sistem Pengupahan Insentif
Menurut Heidjrachman dalam Susilo Martoyo (1994) terdapat delapan kesulitan dalam sistem pengupahan insentif yaitu:
1.      Alat ukur dari berbagai prestasi karyawan belum tentu dapat berhasil dibuat secara tepat sebagaimana diharapkan, yakni wajar dan dapat diterima.
2.      Alat ukur dan tujuan perusahaan harus terikat erat.
3.      Data tentang prestasi kerja karyawan harus cepat dan teratur terkumpul setiap saat (hari, minggu, bulan).
4.      Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar/ tingkat kesulitan yang sama untuk setiap kelompok kerja.
5.      Gaji/ upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten di antara berbagai kelompok pekerja yang menerima insentif dan antara kelompok yang menerima insentif dengan yang tidak menerima insentif.
6.      Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodic dengan adanya perubahan dalam prosedur kerja.
7.      Kemungkinan tantangan dari pihak serikat karyawan harus sudah diperhitungkan secara matang.
8.      Berbagai reaksi kariyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang diterapkan juga harus diantisipasi kemungkinannya .
Dengan demikian perusahaan harus cukup cermat dan hati- hati sekali dalam menentukan sitem pengupahan insentif ini.

2) Kompensasi pelengkap (Fringe Benefit).
Kompensasi pelengkap merupakan salah satu bentuk pemberian kompensasi berupa penyediaan paket benefit dan program- program pelayanan karyawan, dengan maksud pokok untuk mempertahankan keberadaan karyawan sebagai anggota organisasi dalam jangka panjang. Kalau upah dan gaji merupakan kompensasi langsung karena sung berkaitan dengan prestasi kerja, maka kompansasi pelengkap merupakan kompensasi tidak langsung berkaitan dengan prestasi kerja. Dengan perkataan lain kompensasi pelengkap adalah upaya penciptaan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan dan tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi kerja. Saat ini kompensasi pelengkap berkembang pesat terutama karena :
  1. Perubahan sikap karyawan
  2. Tuntutan serikat pakerja;
  3. Persaingan yang memaksa perusahaan untuk menyediakan benefit yang menarik dan menjaga karyawannya,
  4. Persyaratan- persyaratan yang ditetapkan pemerintah,
  5. Tuntutan kenaikan biaya hidup.
Kompensasi pelengkap meliputi :
a. Tunjangan antara lain berbentuk :
  1. Pensiun
  2. Pesangon
  3. Tunjangan Kesehatan
  4. Asuransi Kecelakaan Kerja.
b. Pelayanan yang meliputi :
1.      Majalah,
2.      Sarana Olah Raga,
3.      Perayaan Hari Raya,
4.      Program Sosial Lainnya
Dengan kata lain, jenis tunjangan dan pelayanan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
  1. Jaminan rasa aman karyawan (Employee Security) ,
  2. Gaji dan upah yang dibayar pada saat karyawan tidak bekerja (Pay for time not worked),
  3. Bonus dan penghargaan ( Bonuses and Rewards ),
  4. Program Pelayanan ( Survices Program ).
Beberapa keuntungan atau manfaat yang didapat organisasi dengan pemberian kompensasi pelengkap kepada karyawannya diantaranya adalah :
  1. Peningkatan semangat kerja dan kesetiaan,
  2. Penurunan turn over karyawan dan absensi,
  3. Pengurangan kelelahan,
  4. Pengurangan pengaruh serikat buruh/ pekerja,
  5. Hubungan masyarakat yang lebih baik,
  6. Pemuasan kebutuhan- kebutuhan karyawan,
  7. Meminimalkan biaya kerja lembur,
  8. Mengurangi kemungkina intervensi pemerintah.

3) Keamanan serta kesehatan karyawan
Pembinaan kesehatan karyawan atau anggota organisasi merupakan suatu bentuk kompensasi nonfinansial yang sangat penting dalam organisasi. Keadaan aman dan sehat seorang karyawan / anggota organisasi tercermin dalam sikap individual dan aktivitas organisasi karyawan yang bersangkutan. Makin baik kondisi keamanan dan kesehatan, makin positif sumbangan mereka bagi organisasi/perusahaan. Pada umumnya, perusahaan memperhatikan masalah keamanan dan kesehatan karyawan justru untuk memungkinkan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik. Hal ini penting sekali terutama bagi bagian-bagian organisasi yang memiliki resiko kecelakaan tinggi. Biasanya tanggung jawab pembinaan keamanan dan kesehatan karyawan tersebut terletak pada manajer operasional perusahaan atau organisasi yang bersangkutan, antara lain meliputi :
  1. Pemeliharaan peraturan-peraturan keamanan.
  2. Standar kesehatan serta pencatatan dan pelaporan kecelakaan.
  3. Pengaturan program-program kesehatan dan keamanan.
  4. Pengaturan suhu udara dalam ruang kerja, ventilasi dan keberhasilan lingkungan kerja..
  5. Program-program latihan keamanan bagi karyawan.
  6. Pengaturan-pengaturan pencegahan kecelakaan kerja dan sebagainya. Kesehatan karyawan yang dimaksud di sini adalah kesehatan jasmani dan rohani sedangkan keamanan adalah keadaan karyawan yang terbebas dari rasa takut dan bebas dari segala kemungkinan kecelakaan kerja.
Upaya memelihara keamanan dapat dilakukan dengan :
  1. Menggunakan mesin yang dilengkapi mdg alat pengaman.
  2. Menggunakan peralatan yang lebih baik.
  3. Mengatur lay out pabrik dan penerangan yang sebaik mungkin.
  4. Lantai-lantai, tangga-tangga dan lereng-lereng dijaga harus bebas dari air, minyak dan oli.
  5. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara baik.
  6. Menggunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan-peralatan keamanan beserta larangan-larangan yang dianggap perlu.
  7. Mendidik para karyawan dalam hal keamanan.
  8. Membentuk komite manajemen serikat pekerja untuk memecahkan masalah-masalah keamanan dan sebagainya.

8. Keuntungan-keuntungan Kompensasi
SunFish HR menyediakan suatu sistim kompensasi yang efektif dengan mengontrol biaya-biaya serta meningkatkan produktivitas. Sistim ini juga memberikan beberapa keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1)      Menyediakan informasi upah yang transparan. Dengan memperbolehkan karyawan untuk melihat sejarah gaji mereka dengan semua komponen yang tercangkup pada upah karyawan, karyawan akan memilki pengertian yang lebih baik akan pendapatan mereka pada tiap periode. Oleh karena itu, karyawan akan dapat merencanakan dan memperbaiki objektif mereka dimasa akan datang dengan organisasi. 
2)      Meningkatkan keefisiensian departemen SDM. Mempermudah tugas Departemen SDM untuk mengkonfigurasikan skenario kompensasi karyawan pada saat periode penggajian berakhir. Sistim ini memungkinkan anda untuk mengkonfigurasikan dengan baik secara individu atau per grup karyawan. Dalam sekejap terkonfigurasikan, karena integrasi dengan sub modul lainnya yang terkait untuk mengukur hasil unjuk kerja karyawan beserta kegiatannya, dengan sekali klik mouse, staff HR dapat memproses penggajian karyawan, mencetak slip pembayaran dan semua laporan lainnya yg berkaitan dengan cepat dan tepat. Singkatnya, departemen HR dapat bebas sejenak dari keharusan mengerjakan pekerjaan SDM secara tradisional yang sebelumnya amat sangat memakan waktu. SDM akan dapat mengkonsentrasikan tenaga dan pikiran mereka pada fungsi yang lebih tepat yaitu pengembangan karyawan. 
3)      Pengawasan manajemen yang lebih baik secara mudah dan cepat. Staff SDM yang berwenang dapat dengan mudah mengkonfigurasikan skenario-skenario kompensasi termasuk semua komponen-komponen yang disetujui. Sesuai dengan dasar pembangunan sistem dibangun dengan dengan dasar fleksibelitas; sehingga pemakai tidak perlu melakukan konfigurasi ulang dan menentukan skenario-skenario kompensasi untuk setiap periode penggajian. Sistim yang memungkinkan staff SDM untuk mengurangi tugas yang berulang-ulang serta mengurangi kesalahan yang dibuat oleh manusia.
4)      Proses penggajian yang efisien meningkatkan pengawasan biaya. Konfigurasi yang mudah akan semua komponen-komponen penggajian dan integrasi ke modul keuangan akan meningkatkan produktivitas dan memungkinkan kefleksibelan dalam pengontrolan biaya yang lebih baik.
5)      Meningkatkan analisa biaya-biaya kompensasi dan penempatan. Staff SDM memiliki variasi modul-modul yang serba guna untuk menjadwalkan semua laporan untuk pemerintah dan laporan-laporan internal lainnya untuk masing-masing periode. Para manajer dapat melakukan proses analisa laporan penggajian dengan hasil cepat dan tepat demi pengawasan yang lebih baik serta penempatan anggaran untuk periode berikutnya. SunFish HR memberikan suatu modul rencana kenaikan upah yang mana SunFish HR dapat mensimulasikan kenaikan upah serta menganalisa tujuan hasil unjuk kerja tiap individu dengan gaji sebenarnya. Oleh karena itu kesemua modul yang ada memungkinkan manajemen untuk menentukan bagian-bagian bermasah sehingga kebijakan dapat dengan tepat dan tepat dikerluarkan.
6)      Multi Mata Uang. SunFish HR memberikan dukungan penggunaan multi mata uang yang dapat di tentukan pada saat konfigurasi modul. Hal ini memungkinkan untuk proses kompensasi karyawan yang berkaitan dengan biaya pengeluaran dalam berbagai mata uang yang berbeda atau bagi karyawan yang dinas ke luar negeri. Struktur web-basednya memungkinkan karyawan untuk menyerahkan reimbursement dalam waktu 24 x 7 hari kerja dan dimana pun mereka berada. Singkatnya, reimbursement dan kompensasi dapat di proses secara tepat dalam waktu yang tepat.
7)      Para karyawan yang Berbahagia. Dengan diintegrasikannya modul keuangan, SunFish HR dapat melakukan proses penggajian menjadi tepat waktu sehingga para karyawan akan selalu yakin bahwa mereka akan menerima gaji tepat waktu dan akurat. 

9. Manfaat Kompensasi
Meskipun sebagian besar pelamar kerja tidak mengetahui gaji sebenarnya yang ditawarkan oleh organisasi yang berbeda untuk pekerjaan-pekerjaan yang serupa di pasar tenaga kerja lokal, mereka secara tidak langsung membandingkan tawaran-tawaran pekerjaan dan skala-skala gaji yang kelak akan diterimanya. Pelamar kerja lebih sering meletakan bobot pada gaji yang sedang ditawarkan dibanding faktor-faktor kompensasi lainnya seperti tunjangan-tunjangan dan imbalan-imbalan intrinsik.
Para karyawan akan lebih bersedia untuk meninggalkan organisasi-organisasi yang memberikan pembayaran lebih rendah dan mencari organisasi lain yang membayar kompensasi lebih tinggi. Meskipun tidak ada program kompensasi yang akan tetap memuaskan semua karyawan sepanjang waktu, jika manajemen mampu meminimalkan perputaran karyawan dan kehilangan produksi akibat persepsi yang kurang adil itu maka tujuan menahan karyawan-karyawan yang baik telah tercapai. Organisasi harus memiliki sistem penggajian yang sangat wajar dan adil, sistem ini juga harus dijelaskan kepada para karyawannya, sehingga persepsi mereka bahwa sistem kompensasi yang ada sudah sangat wajar dan adil.

10. Teori-teori yang Melandasi Kompetensi
  1. Teori Ekspektansi (expectancy theory). Teori ini telah di gunakan secara luas selama lebih dari tiga decade untuk memahami kosekuensi dan pengaruh pembayaran upah kompensasi terhadap motivasi dan tindakan para pekerja. Meskipun teori ini pada dasrnya sudah jarang di gunakan, namun asumsi dasar pada teori ini masih terdapat dalam teori-teori berikutnya. Teori ini dikenal dengan teori pengharapan dicetuskan oleh Victor H. Vroom terutama dalam bukunya yang berjudul Work and Motivation (1964).
  2. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory). Adalah pendekatan yang meletakan proses kognitif seperti penetapan tujuan, perhatian dan komitmen sebagai motivasi seseorang dalam bekerja. Teori ini di tujukan oleh Edwin Locke pada tahun 1986 dengan mengajukan sebuah model kognitif yang di sebutnya sebagai teori tujuan. Teori ini mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat/intentions (tujuan-tujuan) dengan perilaku seseorang.
  3. Teori Kesetaraan (Equity Theory). Teori ekuitas (kesetaraan) adalah sebuah teori yang berupaya untuk menjelaskan kepuasan kerja karyawan dalam sebuah perusahaan berdasarkan distribusi sumber daya yang setara ataupun tidak setara. Teori kesetaraan iini dianggap sebagai salah satu teori keadilan, yang dikembangkan oleh John Stacey Adams pada tahun 1963. dalam teorinya, Stacey Adams menyatakan bahwa para karyawan akan berupaya mencari kesetaraan antara input (waktu, upaya, loyalitas, kerja keras, komitmen, kemampuan, adaptabilitas, fleksibilitas, dan lainnya) yang mereka bawa dalam pekerjaan dan outcome (keamanan kerja, pengakuan, reputasi, penghargaan, upah, rangsangan, dan lainnya) yang mereka terima dari pekerjaan tersebut, dengan input dan outcome orang lain.
  
REFERENSI

Lilis Sulastri. 2010. Sumber Daya Manusia Strategik. La Goods: Bandung

ABOUT ME

Foto saya
ih sya itu orangnya baik..asyik deh law berteman sam q..tpi aga bawel dikit..tp tnang baik ko..he..

VISITORS

SHARE IT

Powered By Blogger

anez cute

My Popularity (by popuri.us)

visitorq

free counters

translate

Template by: Free Blog Templates