Nama : Neneng Nurhasanah
Nim : 208 400 774
Jur/Smester : Manajemen Dakwah/IV
Mata Kuliah : Manajemen Masjid
FUNGSI MASJID
A. Latar Belakang Fungsi Masjid
Pengembangan sumber daya ekonomi jamaah dalam membangun masjid dan memberdayakan jamaah, merupakan sebuah cita-cita besar tentang revitalisasi fungsi masjid sebagai wadah pemberdayaan umat. Cita-cita besar ini merupakan sesuatu yang sangat historis dan sesuai dengan konteksnya karena dalam Islam idealnya masjid adalah pilar utama dan terpenting bagi pembentukan masyarakat Islam. Karena masyarakat muslim tidak akan terbentuk secara kokoh dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap sistem, akidah dan tatanan Islam. Hal ini tidak akan dapat dimunculkan kecuali di masjid.
Melihat gejala yang sedang berkembang di tengah umat diperlukan paradigma baru dalam melihat pemberdayaan ekonomi umat ini. Mereka harus diposisikan sebagai subjek dalam pemberdayaan karena mereka merupakan bagian inklusif dan sentral dalam pembangunan ekonomi makro, perlu dilakukan pola pembangunan kemitraan baik antar masyarakat, masyarakat-pemerintah, swasta-NGO yang merupakan modal sosial (social capital) terbesar dalam membangun masyarakat. Modal sosial ini menjadi jalan tengah sistem kapitalis yang sangat mengedepankan individu. Pemerintah-masyarakat dan pemangku kepentingan (stake holder) lainnya perlu bekerja sama dengan azas kesetaraan demi kepentingan kolektif untuk mendapatkan pemenuhan hak rakyat.
Abdul Hasan Sadeq (1998:22) dalam bukunya Economic Development in Islam, mengemukakan bahwa terdapat dua cara tranfer sumberdaya ekonomi umat: Pertama, secara komersil yang terjadi melalui aktivitas ekonomi. Kedua, secara sosial terjadi dalam bentuk bantuan seperti zakat, infaq dan shadaqah. Adanya dua transfer sumber daya ekonomi ini merupakan potensi umat, karena tidak semua orang mampu melakukan proses dan aktivitas ekonomi. Bagi yang sehat, kuat jasmani dan memiliki kesempatan, ia dapat memperoleh sumber kehidupannya dari aktivitas ekonomi. Tapi, bagi sebagaian lain yang tidak mampu, Islam melindungi dengan sosial economic security insurance dalam bentuk zakat, infak dan shadaqah. Tentunya, penyerahan zakat ini harus dimaneg dan didistribusikan serta dimanfaatkan diproporsional mungkin.
Muncul harapan yang dilontarkan dalam berbagai seminar tetang ekonomi Islam berbasis masjid yang di antaranya menghadirkan pakar ekonomi Islam Syafi’i Antonio, menjadi harapan besar pengembangan ekonomi berbasis masjid dalam bentuk mengembangkan potensi ekonomi masjid yang telah ada karena selama ini banyak potensi yang terabaikan dalam bentuk wadah usaha koperasi syariah yang mewadahi potensi ekonomi masjid tersebut. Sekaligus juga ke dalam penyelesaian persoalan pendidikan, sosial budaya, sosial kemasyarakatan, dan terutama sosial ekonomi masyarakat. Sebaliknya, jamaah masjid juga diharapkan akan mempercayakan modal dan saham mereka untuk pemberdayaan ekonomi masjid. Indikasi yang bisa terbaca dari terwujudnya partisipasi penuh dari masyarakat antara lain adalah kebersamaan dalam membangun fasilitas masjid, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa renovasi pertama dan banyaknya mengalir infak waqaf dan sadaqah dari jamaah. masjid milik jamaah dan masyarakat, sebaliknya masyarakat memiliki masjid. Persoalan masjid adalah persoalan masyarakat dan sebaliknya persoalan masyarakat adalah persoalan masjid.
B. Mengoptimalkan Fungsi Masjid
1. Pengertian Masjid
Masjid adalah simbol keislaman. Ia tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat Islam, karena masjid merupakan bentuk ketundukan umat kepada Allah swt. Kata masjid terulang dua puluh delapan kali dalam Alquran. Secara bahasa masjid berasal dari kata sajada-sujud artinya patuh; taat; tunduk dengan penuh hormat. Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, atau bersujud ini adalah bentuk lahiriyah yang paling nyata dari makna-makna tersebut. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk shalat dinamai masjid, “tempat bersujud”.
Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim. Tapi karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakikat masjid menjadi tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah swt. Alquran menegaskan:
“Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah sesuatu di dalamnya selain Allah”. (QS. Al-Jinn {72}: 18)
Rasulullah saw. bersabda:
“Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri”. (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah)
Tampaknya masjid bukan sekadar tem- pat sujud dan sarana penyucian atau bertayamum (wudhu dengan debu suci). Masjid adalah tem- pat Muslim bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh dalam ketaatan kepada Allah swt. Masjid sebagai institusi kaum muslimin, merupakan indikator bagi muslim paripurna (Insan Kamil). Dengan predikat ini, umat muslim harus bisa memaksimalkan keberadaan masjid sebagai pusat aktivitas yang menawarkan kegiatan-kegiatan alternatif dalam berdakwah.
2. Fungsi Masjid Pada Masa Rasulullah SAW.
Ketika Rasulullah Saw. berhijrah ke Madinah, langkah pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid kecil yang berlantaikan tanah, dan beratapkan pelepah kurma. Dari sana beliau membangun masjid yang besar, membangun dunia ini, sehingga kota tempat beliau membangun itu benar-benar menjadi Madinah, (seperti namanya) yang arti harfiahnya adalah 'tempat peradaban', atau paling tidak, dari tempat tersebut lahir benih peradaban baru umat manusia.
Masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah Saw. Adalah Masjid Quba', kemudian disusul dengan Masjid Nabawi di Madinah. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tentang masjid yang dijuluki Allah sebagai masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS Al-Tawbah [9]: 108), yang jelas bahwa keduanya Masjid Quba dan Masjid Nabawi dibangun atas dasar ketakwaan, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti itu. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah Saw meruntuhkan bangunan kaum munafik yang juga mereka sebut masjid, dan menjadikan lokasi itu tempat pembuangan sampah dan bangkai binatang, karena di bangunan tersebut tidak dijalankan fungsi masjid yang sebenarnya, yakni ketakwaan. Al-Quran melukiskan bangunan kaum munafik itu sebagai berikut:
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang Mukmin) dan karena kekafiran-(nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang Mukmin, serta menunggu/mengamat-amati kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu (QS Al-Tawbah [9]: 107).
Masjid Nabawi di Madinah telah menjabarkan fungsinya sehingga lahir peranan masjid yang beraneka ragam. Sejarah mencatat tidak kurang dari sepuluh peranan yang telah diemban oleh Masjid Nabawi, yaitu sebagai:
1. Tempat ibadah (shalat, zikir).
2. Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya).
3. Tempat pendidikan.
4. Tempat santunan sosial.
5. Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya.
6. Tempat pengobatan para korban perang.
7. Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa.
8. Aula dan tempat menerima tamu.
9. Tempat menawan tahanan, dan
10. Pusat penerangan atau pembelaan agama.
Agaknya masjid pada masa silam mampu berperan sedemikian luas,
disebabkan antara lain oleh:
1. Keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama.
2. Kemampuan pembina-pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat dengan uraian dan kegiatan masjid.
Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pribadi-pribadi pemimpin pemerintahan yang menjadi imam/khatib maupun di dalam ruangan-ruangan masjid yang dijadikan tempat-tempat kegiatan pemerintahan dan syura (musyawarah).
Keadaan itu kini telah berubah, sehingga timbullah lembaga-lembaga baru yang mengambil-alih sebagian peranan masjid di masa lalu, yaitu organisasi-organisasi keagamaan swasta dan lembaga-lembaga pemerintah, sebagai pengarah kehidupan duniawi dan ukhrawi umat beragama. Lembaga-lembaga itu memiliki kemampuan material dan teknis melebihi masjid.
Fungsi dan peranan masjid besar seperti yang disebutkan pada masa keemasan Islam itu tentunya sulit diwujudkan pada masa kini. Namun, ini tidak berarti bahwa masjid tidak dapat berperan di dalam hal-hal tersebut.
Masjid, khususnya masjid besar, harus mampu melakukan kesepuluh peran tadi. Paling tidak melalui uraian para pembinanya guna mengarahkan umat pada kehidupan duniawi dan
ukhrawi yang lebih berkualitas.
Apabila masjid dituntut berfungsi membina umat, tentu sarana yang dimilikinya harus tepat, menyenangkan dan menarik semua umat, baik dewasa, kanak-kanak, tua, muda, pria, wanita, yang terpelajar maupun tidak, sehat atau sakit, serta kaya dan miskin.
Di dalam Muktamar Risalatul Masjid di Makkah pada 1975, hal ini telah didiskusikan dan disepakati, bahwa suatu masjid baru dapat dikatakan berperan secara baik apabila memiliki ruangan, dan peralatan yang memadai untuk:
a. Ruang shalat yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
b. Ruang-ruang khusus wanita yang memungkinkan mereka keluar masuk tanpa bercampur dengan pria baik digunakan untuk shalat, maupun untuk Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
c. Ruang pertemuan dan perpustakaan.
d. Ruang poliklinik, dan ruang untuk memandikan dan mengkafankan mayat.
e. Ruang bermain, berolahraga, dan berlatih bagi remaja.
Semua hal di atas harus diwarnai oleh kesederhanaan fisik bangunan, namun harus tetap menunjang peranan masjid ideal termaktub.
Hal terakhir ini perlu mendapat perhatian, karena menurut pengamatan sementara pakar, sejarah kaum Muslim menunjukkan bahwa perhatian yang berlebihan terhadap nilai-nilai arsitektur dan estetika suatu masjid sering ditandai dengan kedangkalan, kekurangan, bahkan kelumpuhannya dalam pemenuhan fungsi-fungsinya. Seakan-akan nilai arsitektur dan estetika dijadikan kompensasi untuk menutup-nutupi kekurangan atau kelumpuhan tersebut.
3. Melihat Kembali Peran dan Fungsi Masjid
masjid adalah tempat ibadah kaum muslimin yang memiliki peran strategis untuk kemajuan peradaban ummat Islam. Sejarah telah membuktikan multi fungsi peranan masjid tersebut. masjid bukan saja tempat shalat, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, pengajian keagamaan, pendidikan, militer dan fungsi-fungsi sosial-ekonomi lainnya.
Rasulullah Muhammad SAW pun telah mencontohkan multifungsi masjid dalam membina dan mengurusi seluruh kepentingan umat, baik di bidang ekonomi, politik, sosial , pendidikan, militer, dan lain sebagainya. Sejarah juga mencatat, bahwa masjid Nabawi oleh Rasulullah SAW difungsikan sebagai (1) pusat ibadah, (2) pusat pendidikan dan pengajaran, (3) pusat penyelesaian problematika umat dalam aspek hukum (peradilan) (4). pusat pemberdayaan ekonomi umat melalui Baitul Mal (ZISWAF). (5) pusat informasi Islam, (6) Bahkan pernah sebagai pusat pelatihan militer dan urusan-urusan pemerintahan Rasulullah. Masih banyak fungsi masjid yang lain. Singkatnya, pada zaman Rasulullah, masjid dijadikan sebagai pusat peradaban Islam.
masjid merupakan tempat disemaikannya segala sesuatu yang bernilai kebajikan dan kemaslahatan umat, baik yang berdimensi ukhrawi maupun duniawi dalam sebuah garis kebijakan manajemen masjid. Namun dalam kenyataannya, fungsi masjid yang berdimensi duniawiyah kurang memiliki peran yang maksimal dalam pembangunan umat dan peradaban Islam.
Salah satu pilar kemajuan peradaban Islam adalah amwal (wealth) atau ekonomi. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun mengatakan “Ekonomi adalah tiang dan pilar paling penting untuk membangun peradaban Islam (Imarah). Tanpa kemapanan ekonomi,m kejayaan Islam sulit dicapai bahkan tak mungkin diwujudkan. Ekonomi penting untuk membangun negara dan menciptakan kesejahteraan umat.
Al-Ghazali, Asy-Syatibi dan seluruh ulama ushul yang membahas maqashid syari’ah, senantiasa memasukkan amwal sebagai pilar maqashid. Shah Waliullah Ad-Dahlawy, ulama terkemuka dari India, (1703-1762) berkata, “Kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk suatu kehidupan yang baik. Tingkat kesejahteraan ekonomi sangat menentukan tingkat kehidupan. Seseorang semakin tinggi tingkat kesejahteraan ekonominya, akan semakin mudah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (hayatan thayyibah).
Para ulama Islam sepanjang sejarah, khususnya sampai abad 10 Hijriyah senantiasa melakukan kajian ekonomi Islam. Karena itu kitab-kitab Islam tentang muamalah (ekonomi Islam) sangat banyak dan berlimpah. Para ulama tidak pernah mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-kitab fikih mereka dan dalam halaqah (pengajian-pengajian) keislaman mereka. Tetapi kini terjadi keanehan yang luar biasa, kajian-kajian ekonomi Islam jarang sekali di masjid-masjid. Tradisi keilmuwan ekonomi yang eksis di masa silam, harus dihidupkan kembali di masjid-masjid, agar fungsi masjid sebagaimana zaman Rasulullah dapat diwujudkan kembali.
4. Fungsi Masjid Sebagai Potensi Ekonomi
Menurut Yusuf Qhardhawi, (1999:24) posisi pertama pengentasan kemiskinan disandang oleh bekerja. Yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang baik sendiri maupun bersama-sama untuk memproduksi suatu komoditi, berdagang atau memberikan jasa dalam pengertian seluas-luasnya.
Terkait dengan potensi ekonomi masjid, sekarang ada beberapa unit usaha jamaah masjid yang antara lain adalah
1. Koperasi Simpan Pinjam antar pengurus. Ada upaya di antara sesama pengurus untuk mengatasi kebutuhan harian dan saling membantu mereka bermufakat mendirikan koperasi simpan pinjam. Koperasi untuk kalangan intern ini sekalipun belum punya badan hukum tapi eksistensi koperasi ini cukup membantu kebutuhan pengurus.
2. Wartel. Kebutuhan informasi dan telekomunikasi saat ini, ditambah tempat yang strategis membuat keberadaan warung telekomunikasi ini sangat dibutuhkan masyarakat. Cuma persoalan sekarang, perkembangan teknologi yang kian pesat, wartel tidak diminati lagi dengan adanya ponsel atau telepon genggam. Usaha ini mengalami kemunduran.
3. WC Umum. Jasa yang satu ini sangat dibutuhkan masyarakat apalagi apabila masjid berada di lokasi keramaian pasar. Pengurus beriniasiatif menyediakan WC umum yang cukup representatif Usaha jasa ini sangat menguntungkan dan meraup keuntungan yang berlipan ganda.
4. Penitipan Sandal dan Sepatu. Jasa yang satu ini juga lahan potensi ekonomi yan g sangat potensial kalau dimanag secara bagus dan profesiaonal. Terbukti infak yang terkumpul pertahunnya mencapai jutaan rupiah.
5. Arisan Jamaah Majlis Taklim. Ada inisiatif dari jamaah wirid majlis taklim untuk mengadakan arisan. Hal ini masih berjalan dan perputaran uang pada sekali putaran mencapai puluhan juta.
6. Toko milik masjid. Masjid telah mengembangkan toko sebagai sarana pengembangan modal pembiayaan masjid .
7. Jasa ambulan. Jasa ini juga sangat dibutuhkan dengan perkembangan masyarakat dan berbagai sektor.
C. Kondisi Masjid dan Harapan Umat Islam
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam membangun dan merealisasikan potensi kekuatan umat berbasis masjid. Antara lain:
pertama, mendata potensi jamaah masjid. Sudah saatnya pengurus masjid memiliki data potensi jamaah yang dimilikinya.
Kedua, mendata potensi ekonomi lingkungan sekitar masjid. Langkah selanjutnya adalah mendata potensi ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar masjid, termasuk menganalisis potensi strategis lokasi masjid. Tentu saja masjid yang berlokasi di daerah perumahan yang mayoritas penduduknya bekerja pada sektor jasa, akan memiliki potensi yang berbeda dengan masjid yang berlokasi di wilayah yang didiami oleh mayoritas petani atau nelayan.
Ketiga, memperkuat jaringan ekonomi dengan masjid lainnya. Dalam era global dewasa ini, salah satu sumber kekuatan bisnis adalah terletak pada kekuatan ’’jaringan’’ yang dimiliki. Semakin luas jaringan, semakin kuat pula bisnis yang dimiliki. Karena itulah, masjid harus memanfaatkan secara optimal potensi jaringan yang dimilikinya. Jaringan merupakan salah satu sumber kekuatan umat yang harus dikelola dengan baik, sehingga akan memiliki manfaat yang bersifat luas.
D. Relevansi Memfungsikan Masjid
Relevansi langsung semua hal yang dibahas di atas dengan agenda kita memfungsikan masjid sebagai pusat peradaban, terutama dalam kaitanya dengan antusiasme kalangan muda dan anak-anak (putera-puteri kita) ialah:
Pertama, kepada mereka harus mulai diusahakan dengan sungguh-sungguh pengembangan minat membaca yang serius, dengan mengenal perpustakaan yang ada di masjid (jika memang sudah ada). Maka program pengadaan perpustakaan masjid harus diusahakan benar terlaksananya.
Kedua, hendaknya diperkenalkan seni kaligrafi yang menghiasi masjid-masjid, dengan percobaan mengenali bunyi lafal-lafalnya dan makna-makna yang dikandungnya, serta kaitannya dengan kehidupan. Ini berarti di tuntut adanya pengertian yang baik tentang seni kaligrafi Islam. Ini semakin penting, mengingat untuk negeri kita seni Islam itu belum begitu mapan.
Ketiga, karena membangun masjid merupakan pranata Islam yang terpenting, maka kepada mereka hendaknya mulai ditumbuhkan apresiasi dan minat kepada arsitektur masjid yang bermacam-macam. Sebab wujud seni Islam yang terpenting sesungguhnya ialah arsitektur (bangunan Islam seperti al-hambra, Qubbat al-shakhrah, Taj Mahal, Fateh Puri, dll. Sampai sekarang tetap merupakan bangunan-bangunan paling indah di muka bumi).
Keempat, sudah tentu kepada mereka juga harus di perkenalkan bentuk-bentuk kegiatan masjid yang bersifat sosial, sebagai perwujudan budi pekerti luhur Islam, amal saleh, dan cita-cita keadilan sosial, sebagai wujud salah satu misi suci Islam yang utama.
Jadi, kalau menurut saya fungsi masjid itu harus kita galakan. Apalagi masjid itu sebagai pusat peradaban umat Islam. Dan harus memanfaatkan fungsi masjid. Karena kalau kita bisa memanfaatkan fungsi masjid tersebut ini akan memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar kita, selain tempat ibadah dan bersujud, juga sebagai pengembangan ekonomi. Dan ini dapat membangun peradaban masyarakat Islam yang sejahtera, aman dan tentram.
Maka dari itu, ini adalah tugas kita yang ada di jurusan manajemen dakwah dan sebagai penerus generasi muda yang Islami. Harus bisa mengoptimalkan fungsi masjid dan menggerakan fungsi masjid agar mencapai tujuan yang kita harapkan. Dan mengembangkan masjid dalam mencapai kesempurnaan yang fungsional...amiiiin...
REFERENSI
A. Bahrun Rifa’i, Moch. Fakhruroji. 2005. Manajemen Masjid. Benang Merah Press: Bandung.
Nurcholis Madjid. 2009. Kaki Langit Peradaban Islam. Dian Rakyat: Jakarta.
http://www.rahima.or.id/index
Dr. M. Quraish Shihab, M.A. Wawasan AL-Qur’an Tafsir Maudhu'i atas berbagai Persoalan Umat. Mizan: Bnadung.
mailto:mizan@ibm.net
http://bisnisherbal.multiply.com/journal/item/5
0 komentar:
Posting Komentar