1. Latar Belakang Fungsi Pengembangan Seni dan Budaya.
BERBICARA fungsi masjid sebagai fungsi pengembangan seni dan budaya, terutama seni ersitektur sepertinya sulit dibantah. Sejak lama, lebih-lebih pada masa kemajuan Islam hingga masa modern,keindahan mesjid semakin maju dan terpelihara. Bahkan lebih spesifik bahwa mesjid merupakan simbol seni budaya Islam. Sebagai pusat kegitan Islam tengoklah Masjid Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Semua itu menggambarkan betapa eksistensi masjid sulit terpisahkan dari sisi seni dan budaya.
Ekspresi seni yang dimunculkan dalam mesjid khususnya dalam seni arsitektur sebenarnya tidak terlepas dari ekspresi manusia manusia itu sendiri yang merupakan makhluk dengan fitrah seni cinta pada keindahan. Pada manusia terdapat rasa indera dan rasa ruhani. Kemudian timbul rasa etika, rasa seni, rasa intelek dan rasa diri.Berbicara mengenai seni , sebenarnya identik juga dengan keindahan. Seni adalah semua yang menimbulkan keharuan keindahan dan semua yang diciptakan untuk melahirkan rencana itu. Bahkan Shihab mngatakan bahwa seni mrupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang yang indah, apapun jenis keindahan itu. Ini merupakan fitrah manusia yang telah ditentukan Allah.
2. Pengertian Seni Secara Umum
Kata "seni" adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kabarnya kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Mungkin saya memaknainya dengan keberangkatan orang/ seniaman saat akan membuat karya seni, namun menurut kajian ilimu di eropa mengatakan "ART" (artivisial) yang artinya kurang lebih adalah barang/ atau karya dari sebuah kegiatan. Namun kita tidaka usah mempersoalkan makna ini, karena kenyataannya kalu kita memperdebatkan makna yang seperti ini akan semakain memperkeruh suasana kesenian, biarlah orang memilih yang mana terserah mereka.
Sementara itu Herbert Mead merumuskan definisi seni dengan, Art most simply and most usualy defined as an attempt to creats pleasing form.
Dalam pandangan Mead, seni merupakan sebuah usaha manusia untuk mencapai bentuk-bentuk yang menyenangkan. Dan menyenangkan itu, menurut Mead lebih lanjut adalah,
Such form satisfy our sense of beauty and the sence of beauty is satisfied when we areable to appreciate a unity of formal relations among our sense perception. ( bentuk –bentuk itu memuaskan penghayatan keindahan kita dan keindahan itu terpuaskan apabila kita mampu merasakan kesatuan hubungan-hubungan formal antara indera tanggapan kita ).
Dalam kajian filsafat, hubungan antara yang indah dan yang baik bermakna hubungan seni dan etik. Oleh karena itu pada prinsipnya cita rasa seni yang dimiliki manusia dalah penjiwaan terhadap keindahan suatu obyek.
3. perkembangan Sejarah Seni
Berdasarkan penelitian para ahli menyatakan seni/karya seni sudah ada + sejak 60.000 tahun yang lampau. Bukti ini terdapat pada dinding-dinding gua di Prancis Selatan. Buktinya berupa lukisan yang berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Artefak/bukti ini mengingatkan kita pada lukisan moderen yang penuh ekspresi. Hal ini dapat kita lihat dari kebebaan mengubah bentuk. Satu hal yang membedakan antara karya seni manusia Purba dengan manusia Moderen adalah terletak pada tujuan penciptaannya. Kalau manusia purba membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya adalah semat-mata hanya untuk kepentingan Sosioreligi, atau manusia purba adalah figure yang masih terkungkung oleh kekuatan-kekuatan di sekitarnya. Sedangkan manusia moderen membuat karya seni/penanda kebudayaan pada massanya digunakan untuk kepuasan pribadinya dan menggambarkan kondisi lingkungannya "mungkin". Dengan kata lain manusia moderen adalah figure yang ingin menemukan hal-hal yang baru dan mempunyai cakrawala berfikir yang lebih luas. Semua bentuk kesenian paa jaman dahulu selalu ditandai dengan kesadaran magis; karena memang demikian awal kebudayaan manusia. Dari kehidupan yang sederhana yang memuja alam sampai pada kesadaran terhadap keberadaan alam
Pada awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama/milik bersama.karya- karya seni yang ditinggalkan pada masa pra-sejarah digua-gua tidak pernah menunjukan identitas pembuatnya. Demikian pula peninggalan-peninggalan dari masa lalu seperti bangunan atau artefak di mesir kuno, Byzantium, Romawi, India, atau bahkan di Indonesia sendiri. Kalupun toh ada penjelasan tertentu pada artefak tersebut hanya penjelasan yang menyatakan benda/bangunan tersebut di buat untuk siapa". Ini pun hanya ada pada setelah jaman, katanya para ahli arkiologi sich saya sendiri tidak tahu pasti. Kita bisa menyimpulkan kesenian pada jaman sebelum moderen kesenian tidak beraspek individulistis.
Sejak kapan fungsi individulistis dari seni mulai tampak ?, katanya para sejarawan lagi, beliau-beliau mengatakan sejak seni memasuki jaman moderen. Kenapa ini bisa terjadi ? (ini kata saya sedikit mengutip kata-kata para ahli yang terdahulu). Karena mengikuti pola berfikir manusia yang maunya mencari kebaruan dan membuat perubahan (entah baik atau buruk).
Begini ceritanya: Dalam sejarah seni terjadi banyak pergeseran. Sejak renaisans atau bahkan sebelumnya , basis-basis ritual dan kultis dari karya seni mulai terancam akibat sekularisasi masyarakat. Situasi keterancaman itu mendorong seni akhirnya mulai mencari otonomi dan mulai bangkit pemujaan sekular atas keindahan itu sendiri. Dengan kata lain fungsi seni menjadi media ekspresi, dan setiap kegiatan bersenian adalah berupa kegiatan ekspresi kreatif, dan setiap karya seni merupakan bentuk yang baru, yang unik dan orisinil. Karena sifatnya yang bebas dan orisinal akhirnya posisi karya seni menjadi individualistis.
Seni pada perkembangannya di jaman moderen mengalami perubahan atau pembagian yakni seni murni atau seni terapan/ seni dan desain yang lebih jauh lagi seni dan desain oleh seorang tokoh pemikir kesenian yang oleh orang tuanya di beri nama Theodor Adorno di beri nama "Seni Tinggi" untuk Seni Murni dan "Seni Rendah" untuk Seni Terapan atau Desain.
Karena menurutnya dalam seni tinggi seorang seniman tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (kebutuhan pasar/bertujuan komersial) dalam menciptakan sebuah karya seni/murni ekspresi, sedangkan seni rupa rendah adalah seni yang dalam penciptaannya dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Adorno menganggap seni harus berbeda harus berbeda dengan benda lain (barang); ia harus mempunyai "sesuatu". Sesuatu itu tidak sekedar menjadi sebuah komoditas. Karena sebuah karya atau benda yang sebagai komoditas akan menghancurkan semangat sosial, pola produksi barang yang menjadi komoditas adalah pola yang ditentukan dari atas oleh seorang produsen.
Terakhir kita menuju pada jaman Post-moderen/Kontemporer. Di jaman Kontemporer ini bentuk kesenian lebih banyak perubahannya baik secara kebendaan atau kajian estetiknya, yang lebih dahsyat lagi landasan logikanya.
4. Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Pengertian kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
5. Sejarah Kebudayaan sebagai Peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi dari kebudayaan lainnya Artefak tentang "kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature).
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap "tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama - masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan. Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
6. Seni dan Budaya Dalam Islam
Berbagai gambaran al-Qur’an yang menceritakan begitu banyak keindahan, seperti surga, istana dan bangunan-bangunan keagamaan kuno lainya telah memberi inspirasi bagi para kreator untuk mewujudkannya dalam dunia kekinian saat itu. Istana Nabi Sulaiman as, mengilhami lahirnya berbagai tempat para khalifah atau pemerintahan muslim membentuk pusat kewibawaan, istana dengan berbagai “wujud fasilitas ruang” di atas kebiasaan rakyat biasa. Bahkan hadits Nabi SAW yang menyebutkan “Allah al-Jamiil yuhib al-jamal,” telah mengilhami banyak hal bagi para seniman muslim yang taat untuk mewujudkan sesuatu yang bisa dicintai Tuhannya. Asma-asma Allah SWT, seperti al-Jamiil secara theologies sangat membenarkan para kreator seni untuk memanifestasikannya dalam banyak hal.
Namun pada sisi yang lain, berbagai larangan Nabi SAW dan para ulama mereka untuk melukis dan menggambar mahluk hidup yang bernyawa/bersyahwat dalam mewujudkan corak keindangan ruangan meskipun hal ini tidak ditemukan teks-nya secara langsung dalam al-Qur’an, kegiatan mereka dalam mewujudkan gagasan keindahan, tak pernah kehilangan arah. Kreasi dan potensi seni mereka, kemudian dialihkannya pada berbagai bentuk kaligrafi Islam, dengan pola dan karaktersitik yang indah dan rumit. Mereka membentuk corak ragam hias ruangan, benda-benda antik seperti gelas atau guci, karpet, dan sebagainya dengan berbagai ornamen bunga-bungaan atau tumbuh-timbuhan yang dianggap bukan sejenis hewan atau manusia. Khusus untuk ruangan-ruangan tertentu atau tempat-tempat yang dianggap layak, biasanya selalu diselipi atau bahkan dimunculkan ayat-ayat al-Qur’an, hadits atau kata-kata hikmah, dengan pola seni tulis (kaligrafi), diwany, kuufy, riq’y, naskhy, tsulusty, atau yang lainnya yang sangat indah. Semua ini merupakan bentuk-bentuk kesatupaduan antara nilai-nilai seni dan spiritual termasuk selipan nilai-nilai dakwah islamiyah secara umum. Berbagai desain interior muslim dimanapun, baik bangunannya ataupun yang lainnya.
Obyek tersebut bisa bermacam-macam , ia bisa merupakan alam semesta, sebuah benda dan sebagainya. Dan semua obyek yang indah ini diciptakan Allah untuk manusia.
7. Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (Q. S. AL-Kahfi:7).
Hal ini juga diperkuat dengan penegasan Allah:
46. harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Q. S. AL-Kahfi:46).
Seni bagi manusia adalah potensi dalam mengekspresikan keindahan untuk dinikmati. Kemampuan manusia dalam mengekspresikan seninya, merupakan salah satu perbedaan dengan makhluk lainnya. Jika demikian ,pasti Islam ( baca:al-Qur’an ) mendorongnya selama mendukung fitrah manusia yang suci itu. Yang dilarang adalah seni yang membawa pada kelalaian dan thaghut. Al-Qur’an berbicara seni dan keindahan adalah sungguh mengagumkan. Ilustrasi dan gambaran alam sungguh menakjubkan dilihat dari sisi keindahannya. Akan tetapi semua itu ditujukan untuk mengenal Tuhan sebagai empedu penciptanya.
óOn=sùr& (#ÿrã�ÝàZtƒ ’n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# ôMßgs%öqsù y#ø‹x. $yg»oYø‹t^t/ $yg»¨Yƒy—ur $tBur $olm; `ÏB 8lrã�èù ÇÏÈ
6. Maka Apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?(Q. S. Qaf:6).
Singkatnya, Islam sangat menjunjung tinggi seni. Kesenian Islam tidak harus berbicara tentang Islam, ia tidak harus berupa nasehat langsung, atau anjuran berbuat kebajikan, bukan juga penampilan abstrak tentang akidah. Seni yang Islami adalah seni yang dapat menggambarkan wujud ini, ‘bahasa indah’ serta sesuai dengan cetusan fitrah.Seni Islam adalah ekspresi tentang keindahan wujud dari sisi pandangan Islam tentang alam, hidup dan manusia yang mengantar menuju pertemuan sempurnaantara kebenaran dan keindahan.
Diatas telah dikemukakan bahwa Tuhan menciptakan alam. Islam yang berasal dari Tuhan sama sifatnya dengan alam, dalam hubungan dengan manusia sama sifatnya dengan alam manusia. Karena itulah ia sesuai dengan fitrah manusia. Logika terbaliknya adalah agama menyuruh kepada keindahan.
16. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (Nya), (Q. S. AL-Hijr:16).
Memang tidak semua keindahan atau seni dapat ditolelir oleh Islam. Ada beberapa catatan, seni atau keindahan itu terlarang apabila mengandung unsur-unsur berikut:
- Dapat merusak agama
- Apabila dapat merusak jiwa
- Apabila berakibat merusak kehormatan
- Dapat merusak harta benda
- Apabila dapat merusak keturunan
Oleh karena itu, jelas bahwa mesjid dalam fungsinya sebagai sarana pengembangan seni dan budaya lebih berhubungan dengan faktor etika Islam itu sendiri. Seni arabesk dan kaligrafi Arab merupakan salah satu ekspresi keindahan yang hingga kini dapat ditemui di mesjid-mesjid bersejarah. Dalam fungsi inilah, mesjid memiliki peran sebagai simbol peradaban yang menyisakan beberapa bukti sejarah melalui ekspresi kesenian dan kebudayaan masyarakat Islam dimasa lalu. Bagaimana dengan masa kini? Fungsi seni dan budaya ini harus tetap dilestarikan dengan cara memberikan pemahaman secara menyeluruh akan manfaat seni dan budaya bagi pengembangan mesjid. Bentuk arsitektur masjid disebuah tempat merupakan ciri khas dan karakteristik dari penjiwaan keindahan masyarakat tersebut yang lebih didasarkan pada niatan untuk memperindah masjid dan untuk memuliakannya.
Maka dari itu kita selaku Mahasiswa generasi muda harus melestarikan seni dan budaya keislaman yang telah berkembang sejak zaman dulu. Dan itu harus dijaga oleh kita dan mengembangkan kembali agar seni dan budaya itu dapat bermanfaat bagi kita semua selaku generasi muda.
Namun tidak hanya itu, kemegahan masjid dan masjid itu sangat indah dan menarik untuk dipandang tidak menjamin bahwa masjid itu memiliki kehidupan yang makmur dengan ramainya kegiatan jamaah. Inilah sebuah ironi yang harus dimiliki.
Untuk meningkatkan fungsi masjid seperti di atas dibutuhkan beberapa faktor penunjang, seperti:
1. Faktor Manusia (human)
Dilihat dari sisi manajemen, faktor utama yang sangat berperan adalah faktor manusia atau para pelaksana, yaitu para pengurus ataupun pengelola yang memiliki kemampuan manajerial serta ketrampilan pengelolaan dan pengurusan, seperti pengetahuan mengenai manajemen umum, manajemen sarana fisik, manajemen pengembangan organisasi, manajemen jama’ah, manajemen keuangan, manajemen sanitasi, manajemen komunikasi dan public relation, manajemen penyelenggaraan ubudiyah, manajemen ibadah sosial, manajemen pendidikan di masjid, administrasi kemasjidan, manajemen usaha prodüktif dan manajemen perpustakaan. Kemampuan manajerial itu dalam kurikulum disebutkan sebagai “kompetensi utama”, artinya kemampuan yang wajib dimiliki sebagai bekal pokok sebagai pengelola/manager masjid.
Di samping itu diperlukan juga kemampuan teknis, seperti ilmu tentang “kemasjidan“ yang berhubungan dengan sejarah masjid, peran dan fungsinya, tentang lingkungan fisik, civitas masjid, aktivitas masjid di Indonesia, dan lainnya; Ilmu tentang al-Islam yang meliputi Al-Qur’an, Al-Hadits, Aqidah, Akhlaq, Fiqh Ibadah, Fiqh Mu’amalah, Fiqh Mawarits, serta sejarah kebudayaan dan peradaban Islam. Para pengurus ataupun pengelola masjid juga memerlukan ilmu Civil Education, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Fiqh Da’wah, Da’wah Kontemporer, Kewirausahaan, Lembaga Keuangan Syari’ah, Perbandingan Mazhab, Perilaku Organisasi dan Sosiologi Masyarakat Islam. Selain itu diperlukan juga pengetahuan aplikasi komputer, praktik ibadah dan qira’ah dan Praktek Kemampuan di lapangan (PKL).
2. Faktor Uang (Money)
Agar tugas dan fungsi para pelaksana dapat berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan, diperlukan pendanaan yang mencukupi yang bersumber dari berbagai pihak. Dana itu dapat bersumber dari pemerintah, masyarakat dan bantuan swasta, dalam ataupun luar negeri, serta dapat juga bersumber dari bisnis masjid dan sejenisnya. Untuk itu diperlukan ketelitian dan dapat dipertanggung jawabkan karena dana itu berasal dan ummat. Ketidakberesan penggunaan dana dapat mempengaruhi kredibilitas masjid.
Keberhasilan dalam mengumpulkan dan mengelola dana akan sangat besar pengaruhnya pada keberhasilan pengelolaan atau kepengurusan suatu masjid. Oleh karena itu diperlukan ilmu manajemen keuangan, dan tentulah diperlukan juga akhlaq seperti sikap kejujuran dan kesungguhan.
3. Faktor Fisik (Material)
Masjid sebagai bangunan merupakan material yang diperlukan untuk mendukung suksesnya manajemen masjid. Keberadaan masjid dilengkapi dengan ruangan pokok, yaitu tempat ibadah dan didukung dengan kamar mandi, kamar wudhu’, toilet, dan gudang. Untuk keperluan para pelaksana atau pengurus masjid diperlukan ruangan kerja, bila telah diselenggarakan pendidikan diperlukan ruangan belajar, dan seterusnya.
Bagi masjid yang telah melakukan kegiatan perbankan, maka diperlukan ruangan untuk kegiatan dimaksud atau jika akan melakukan kegiatan olah raga, bela diri dan lainnya maka diperlukan lapangan sekaligus peralatannya. Pemilikan peralatan lain seperti komputer, mesin tik, mesin cetak dan lainnya akan sangat mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi para pengurus atau pengelola masjid.
4. Faktor Mesin
Mesin merupakan alat untuk membantu para pelaksana melaksakan tugas dan fungsinya, Mesin yang diperlukan antara lain mesin air, mesin diesel listrik, bila diperlukan mesin penyedot debu, mesin cetak dan lainnya. Semakin besar fungsi masjid dapat dilakukan, semakin besar pula kebutuhan akan berbagai mesin, termasuk mobilitas. Bila kondisi masjid sudah besar, sementara tempat sempit, akan diperlukan mesin pengolah limbah, mesin pembersih udara dan pendingin ataupun pemanas. Banyak masjid yang menyiarkan kegiatannya melalui radio, televisi, internet, website, dan lainnya. Pemeliharaan mesin memerlukan biaya dan tenaga, oleh karena itu para pengurus ataupun pengelola selalu menjaga dan memeliharanya agar dapat lebih berfungsi.
Marketing atau pemasaran ataupun sosialisasi kegiatan masjid sangat diperlukan untuk lebih diketahui oleh ummat. Kurangnya marketing sangat berpengaruh terhadap kemakmuran masjid. Upaya marketing harus dilakukan secara terus menerus sepanjang masa. Banyak pendapat yang berdasarkan survey, bahwa semakin gencar marketing aktivitas masjid maka akan semakin semarak suatu masjid itu. Marketing yang dimaksud adalah kemampuan komunikasi masa dengan menggunakan media cetak, media elektronik, media tatap muka, dan media-media lainnya.
REFERENSI
A. Bahrun Rifa’i dan Moch. Fakhruroji. 2005. Manajemen Masjid. Benang Merah Pers: Jakarta.
Sumber : http://endonesa.net/ email : Sawir@endonesa.net
Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition, 1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.
Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legahkjkjl Identities. University of Michigan Press.
0 komentar:
Posting Komentar